Minggu, 16 November 2008

pernikahan dini

Satu lagi masalah sosial masyarakat yang pernah saya lihat..Huhuhuhu. Masalah sosial ini ada hubungannya dengan topik yang sedang hangat-hangatnya diberitakan di media massa. Ini mengenai pernikahan usia dini, ketika pertama kali saya mengetahui berita ini, saya tidak terlalu kaget atau heboh karena saya sudah melihat secara live pernikahan usia dini ini lagi lagi ketika di bangku SD. Di kalimantan Barat banyak sekali peristiwa seperti itu, benar-benar masalah sosial deh !Beberapa tahun yang lalu, Pukul 6.30 pagi, saya bersiap-siap berangkat sekolah. Saya berjalan kaki melewati salah satu rumah yang terdengar sangat ribut. Dengan mata polosku waktu itu, saya melihat kakak perempuan teman kecilku diseret-seret keluar dari rumah kayunya oleh Ibundanya. Ketika diseret seperti binatang, kakak perempuan temanku ini masih mengenai pakaian tidurnya yang selembut sutra dan berwarna putih (kalau tidak salah...Hehehe). Dia ditarik menuju ke kapal motor yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk ke luar kota. Saya terus saja berdiri kebingungan melihat pertunjukkan itu. Jarum jam telah berputar dan sesaat berhenti di angka 7, kebingunganku ini sungguh menyusahkan, ia membuatku lupa waktu. Saya berlari ke sekolah layaknya pelari profesional. Sambil berlari, saya bertanya-tanya ada apa dengan si Ibu dan si anak, kejadian itu sungguh menuai rasa penasaran sampai-sampai saya tidak peduli dengan jalan berbatu menuju sekolahku dan entah jarum jam menunjuk ke angka berapa.Untung saja, saya tidak terlambat karena kebetulan guru kesukaanku belum masuk kelas, ya saya lurus saja masuk tu kelas ...Hehehehe.Kemudian saya mengetahui ada apa sebenarnya, ternyata si Ibu memaksa si anak yang masih berusia 15 tahun menikah dengan laki-laki yang jauh jauh jauh jauh lebih tua daripadanya...Fufufufu sungguh miris. Beberapa waktu kemudian, saya melihat foto nikah si anak dan lak-laki yang menurut saya hanya cocok menjadi ayah keduanya. Ya apa boleh buat semua itu terjadi karena kemiskinan yang menggelogoti keluarganya. Pernikahan paksa ini tidak hanya berhenti pada sebuah titik. Baris demi baris peristiwa pernikahan usia dini tertulis lagi untuk melanjuti titik itu. Kali ini menimpa teman sekelasku, ia harus berhenti sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya, yang saat itu SPP-nya berkisar Rp500,00 per bulan. Temanku ini juga harus menikah dengan laki-laki yang lebih tua untuk membantu ekonomi orang tua tercintanya.Hingga sekarang pernikahan seperti ini masih ada di Kal-Bar, info ini saya dapat dari sepupuku yang terus menjalin komunikasi dengan saya, meskipun kami sudah 6 tahun tidak bertemu. Dari sepupuku inilah, saya mengetahui mantan adik kelasku di SD sudah menikah sebelum sempat mencicipi masa-masa SMA. Ia menikah atas nama masalah ekonomi bukan atas nama cinta, sungguh alasan yang klasik, tetapi nyatanya memang begitu keadaannya.Satu lagi, yang menyalurkan gadis-gadis yang akan dinikahkan ke luar negeri (terutama ke Taiwan dan Malaysia) adalah seorang penyalur yang kita sebut dengan Mak comblang . Mak comblang ini akan mengkarantina anak-anak didiknya (gadis-gadis yang akan dinikahkan) di sebuah rumah mewah, sehingga tempat penampungan ini terkesan perumahan elit yang biasa kita jumpai. Di dalamnya para gadis itu akan diajari tata cara menjadi istri yang baik dan juga diajari bahasa mandarin karena sebagian besar calon suaminya itu berbahasa mandarin.By Julisa

Tidak ada komentar: